Bisnis Rumahan Untuk Ibu Rumah Tangga


Ibu rumah tangga tercatat sebagai penggemar terbesar bisnis waralaba. Hampir 60 persen waralaba di Indonesia dibidani ibu-ibu rumah tangga.

Ketua Dewan Pengarah Waralaba dan Lisensi Indonesia (WALI) Amir Karamoy dalam WALI Gathering di Jakarta, Jumat 20 Februari 2009 malam menilai wajar jika ibu rumah tangga melakukan investasi waralaba karena ingin memanfaatkan tabungan di waktu luangnya. "Bervariasi lho investasi mereka, bisa dari Rp 150 juta sampai Rp 5 miliar," katanya.

Sementara itu, kue pasar bisnis waralaba juga diperebutkan anak muda yang dibekali modal orang tuanya. "Biasanya mereka yang habis studi di luar negeri lalu pulang ke Tanah Air lantas dibekali modal orang tuanya untuk berbisnis," kata Amir. Jumlahnya bisa mencapai 18 hingga 20 persen dengan nilai investasi lebih dari Rp 1 miliar.

Sisanya, bisnis waralaba juga diminati oleh orang yang sebelumnya sudah berpengalaman bekerja dan bagi mereka yang sudah pensiun. "Mereka sama-sama punya tabungan yang cukup untuk investasi di Bisnis Rumahan ini," kata Amir.

Menurut data WALI, jumlah pekerja yang juga membuka waralaba mencapai 10 persen. "Mereka bekerja untuk mendapatkan modal yang cukup untuk memulai bisnis sendiri," kata Amir. Modalnya, bisa mencapai lebih dari Rp 1 miliar.

Sedangkan untuk pensiun, prosentasenya bisa mencapai 7 hingga 8 persen. "Investasinya cenderung lebih kecil, sekitar Rp 100-300 juta," kata Amir.

Sementara itu, Amir memperkirakan di tengah imbas krisis global ini dari klasifikasi pebisnis waralaba tersebut akan muncul kelompok usahawan dari mereka yang terkena pemutusan hubungan kerja. "Potensinya sebagian besar dari kalangan menengah ke bawah," ujarnya.

Umumnya, kata Amir, mereka yang mengalami PHK bekerjasama dengan rekannya yang bernasib sama dan patungan untuk membuka bisnis waralaba. "Bisa 5 atau 6 orang patungan Rp 50 juta tiap orangnya," kata dia.

Hingga akhir tahun lalu, Amir memprediksi sudah ada sekitar 700 merek waralaba. "Tahun ini, sepertinya akan bertambah sekitar 80 persen," katanya. Perkembangan waralaba, diakui Amir berjalan lamban karena perhatian pemerintah masih kurang.

"Selama ini, pemerintah terkesan membonsaikan bisnis ini, sehingga tidak bisa berkembang dengan baik," katanya. Padahal, dia menambahkan, bisnis ini bisa menjadi alternatif investasi di tengah menurunnya kepercayaan pada investasi portofolio. "Selain itu bisa menciptakan lapangan kerja dan menggerakkan sektor riil," ujarnya.

Selain itu, bisnis waralaba juga masih terkonsentrasi di pulau Jawa. "Padahal potensi di luar Jawa besar karena bisa mengembangkan makanan khas atau kerajinan asli daerah," ujarnya. Untuk itu, kata Amir, WALI sedang memprogramkan untuk promosi pameran waralaba dan franchise di luar Jawa. "Kami sudah pernah ke Pontianak, dan ketertarikan pemda dan masyarakatnya cukup tinggi," katanya.

• VIVAnews

Promosikan Usaha Anda di Iklan Gratis

0 komentar:

Posting Komentar