Pengobatan Gratis Namun Merugikan

1. Pengobatan gratis itu seringkali tidak tepat sasaran
Mengapa? Karena kurang tepatnya batasan-batasan, siapa yang disebut miskin, dan siapa yang tidak. Sehingga banyak diantaranya yang mampu ( misalnya mempunyai sepeda motor) ikut terjaring. Seringkali pula ini disebabkan karena pendataan asal-asalan, bagaimana mau serius kalau tidak ada motivator pendukung. PNS itu kebanyakan beranggapan bahwa kerja serius dan tidak itu sama aja gajinya. Jadi ngapain serius-serius. Ini banyak ditemukan.


2. Penderita pinjam kartu
Ini sangat memungkinkan sekali, misalnya jika saya mempunyai tetangga atau saudara yang merupakan pemegang kartu JPS, jika saya sakit saya pinjam saja kartu JPSnya. Gampang kan, toh petugasnya tidak akan tau. Foto yang tertera hanya kepala keluarga saja, sedangkan istri dan anak tidak, sehingga sangat mungkin sekali di pinjamkan. Ini sangat merugikan sekali, jangankan gratis, membayar saja saya tidak yakin seberapa besar keuntungan puskesmasnya, mungkin sedikit sekali kira tetap rugi. Dan biaya berobat di puskesmas hanyalah Rp. 5000,-, dengan rincian Rp. 2500,- masing-masing untuk biaya loket dan pengobatan. Padahal obat yang diberikan biasanya lebih dari 27 buah obat, jika dihitung-hitung, obat yang diberikan sekitar Rp. 7000 keatas. Belum lagi buat membayar pegawainya.

3. Penderita seringkali manja
Sudah diberi gratisan (maaf), minta yang lebih. Mungkin lantaran ´Mumpung Gratis´. Seringkali mereka meminta rujukan ke Rumah Sakit, agar mendapatkan pelayanan yang lebih. Padahal, selama puskesmas atau lembaga kesehatan lain bisa menangani hal ini tidak diperlukan. Bahkan beberapa ada yang membentak-bentak petugas agar diberikan rujukan ke Rumah Sakit. Hal yang sangat tidak pantas dilakukan.

4. Penderita seringkali meremehkan
Beberapa penderita meremehkan pengobatan. Seperti misalnya kusta, sudah diberikan obatnya gratis dari WHO, tetapi ada juga yang tidak rutin kontrol. Padahal obatnya harus rutin, dan tidak boleh terlewatkan. Ada juga kasus yang menarik, seorang ibu mendapatkan cuci darah gratis. Seharusnya dia rutin datang setiap minggu untuk cuci darah, tetapi dia malah pergi berlibur bersama keluarganya keluar kota. Mungkin anda sudah tau, kalau cuci darah itu mahal sekali, sekali cuci darah kira-kira menghabiskan kocek 600 ribuan. Kesempatan yang berharga ini dilewatkannya begitu saja.

5. Pengobatan bukan pencegahan
Pengobatan beberapa penyakit, seperti TBC dan Kusta tidak dikenakan biaya sepeserpun. Tetapi pihak puskesmas tampaknya hanya mengobatinya saja, tanpa memberikan pencegahan. Sehingga penderita TBC tidak berkurang-kurang. Kira-kira 10 orang yang terdeteksi positif setiap bulannya. Seharusnya penderita diberikan edukasi bahwa penyakit ini menular, dan penderita diwajibkan mengenakan masker ketika berhubungan dengan orang lain.

Kesimpulannya

Pengobatan gratis dari
lembaga kesehatan mungkin perlu dilakukan beberapa pembenahan, sehingga tidak merugikan negara. Coba bayangkan, jika ada banyak orang yang minta rujukan ke Rumah Sakit, padahal hal ini tidak diperlukan, kira-kira berapa biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk hal ini. Lalu, bayangkan sebaik apapun pengobatan TBC, jika tidak dapat penyebarannya tetap tinggi, hal ini akan sia-sia. Dan masih banyak lagi ketidak efektifan pengobatan gratis ini yang mungkin belum diketahui.
Semoga dunia pengobatan Indonesia bisa bekerja secara efektif agar tidak merugikan negara dan rakyat.

http://rosyidi.com

0 komentar:

Posting Komentar