Investigative Reporting Di Indonesia


Reporting berasal dari bahasa Latin reportare, artinya “membawa pulang sesuatu dari tempat tempat lain”. Investigative berasal dari kata Latin vestigum, yang berarti “jejak kaki”. Jadi, Investigative reporting atau Investigasi Masalah secara harfiah berarti “membwa pulang jejak kaki dari tempat lain”.

Wartawan penyelidik itu bukan orang di belakang meja, dia harus turun ke lapangan mencri dan menggali dan meng investigasi masalah. Wartawan harus GOYAKOD alias get off your ass, knock on door! Seperti detektif, dia harus mengungkap apa yang tersembunyi. Dia harus membkin terang apa yg gelap dan ditutup-tutupi. Dia harus membongkar setiap udang dibalik batu. Mencari fakta dibalik berita.

Oleh karena itu, investigative reporting atau Investigasi Masalah merupakan kegiatan peliputan untuk mencari, menemukan, dan menyampaikan fakta-fakta adanya pelanggaran, kesalahan, penyimpangan, atau kejhatan yang merugikan kepentingan umum dan masyarakat.

“Investigative reporting adalah pekerjaan membuka pintu dan mulut yang tertutup rapat,” kata ahli komunikasi William Rivers.

Investigative reporting atau Investigasi Masalah bertujuan mulia, yaitu memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui (people right to know) dari apa yang dirahasiakan oleh pihak-pihak lain yang merugikan kepentingan umum.


Investigative Reporting atau Investigasi Masalah di Indonesia

Harian Indonesia Raya (1949-1958 dan 1968-1974) merupakan koran pertama di Indonesia yang mengembangkan dengan serius liputan investigative. Berbagai berita yang disuguhkannya sering mencerminkan sikapnya untuk “berjihad” menentang apa saja yang dipandangnya sebagai korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, ketidakadilan dan ketidakbenaran, serta feodalisme dalam sikap. Wartawan-wartawan Indonesia Raya yang dipimpin oleh Mochtar Lubis ini betul-betul melakukan amar maruf nahi mungkar.

Salah satu liputan investigasi Indonesia Raya adalah mengungkap korupsi besar-besaran di Pertamina. Bukan itu saja, pelbagai skandal, konflik, manipulasi, yang terjadi di berbagai kementerian pemerintahan diungkap. Bahkan, pernikahan diam-diam Presiden Soekarno dengan Hartini masuk dalam laporan investigative mereka. Indonesia Raya, lewat laporan investigasinya berusaha “melwan kekuasaan yang dianggap bertanggungjawab atas keburukan yang terjadi di masyarakat”.

Berbeda dengan sekerang, Media di Indonesia, bukannya melakukan investigative reporting terhadap kasus-kasus korupsi, melainkan baru pada tahap reporting _disibledevent="on">Indonesia masih sedikit sekali menyediakan laporan mengenai korupsi, kolusi dan penyimpangan lain, yang betul-betul merupakan hasil penyelidikannya sendiri.

Contony , media di Indonesia masih sebagai pemandu sorak (cheerleaders) atau corong pengeras suara (megaphones) dari kelmpok anti-korupsi atau aparat yang menangani kasus korupsi. Media belum bisa menjadi sopir yang berada di depan dan mengndalikan agenda, melainkan baru sebagai penmpang yang duduk di belakang aksi anti korupsi.

Sumber: nurul.blog.undip.ac.id

Temukan semuanya tentang iklan gratis, Pasang Iklan, bisnis, Iklan Baris

0 komentar:

Posting Komentar